Notification

×

Iklan


Iklan



Analisa Ekonomi Global dari Menkeu, Gubernur BI: Harus Tetap Waspada!

Selasa, 27 Februari 2024 Last Updated 2024-02-27T04:38:36Z



AyoMedan.Com - Jakarta, Kondisi ekonomi global belum menunjukkan perbaikan yang signifikan. Ketidakpastian masih menghantui. Hal ini diungkapkan oleh Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati.


"Menilai perekonomian global masih lemah pada 2024, kendati inflasi telah termoderasi," ucapnya dalam Konferensi Pers APBN KITA Februari 2024, Kamis (22/2/2024).


Menurut Mentari Keuangan RI ini, pelemahan dipicu oleh suku bunga yang melonjak cukup tinggi dalam 18 bulan terakhir. Kendati demikian, suku bunga diharapkan mulai turun pada semester kedua.


"Perkembangan inflasi global yang mulai menurun memberikan harapan penurunan suku bunga, namun ini diprediksi baru turun pada semester II-2024," jelasnya.


Sri Mulyani juga menyampaikan, banyak negara di dunia yang menggunakan anggarannya secara besar-besaran saat pandemi dan saat menghadapi inflasi serta kondisi suku bunga tinggi. PMI manufaktur yang kontraksi atau angka indeksnya di bawah 50 adalah kawasan Eropa, termasuk Jepang, Prancis Italia, Inggris, Jepang Thailand, Malaysia, Turki, Kanada, dan Afrika Selatan.


"Artinya dunia masih dalam posisi yang ringkih atau rentan," tut Sri Mulyani.


Sementara itu, Bank Indonesia (BI) memutuskan untuk merevisi ke atas pertumbuhan ekonomi global menjadi 3% dari sebelumnya 2,8%. Hal ini dibacakan Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo dalam paparan hasil Rapat Dewan Gubernur (RDG), beberapa waktu lalu Rabu (21/2/2024) lalu.


Perry Warjiyo mengatakan, pertumbuhan ekonomi dunia ini diperkirakan lebih baik dari proyeksi semula, di tengah ketidakpastian pasar keuangan yang masih tinggi.


"Ekonomi global diperkirkaan tumbuh 3,1% pada tahun 2023 dan 3% ada 2024 lebih tinggi dibandingkan proyeksi sebelumnya masing2 sebesar 3% dan 2,8%," terang Perry.


Menurut Perry, perbaikan terutama ditopang oleh lebih kuatnya kinerja ekonomi AS dan India sejalan dengan konsumsi dan investasi yang tetap tinggi. Sementara itu, ekonomi China diperkirakan masih lemah.


"Kontraksi pertumbuhan terjadi di Inggris dan Jepang yang telah terjadi 2 kuartal berturut-turut dapat menurunkan prospek ekonomi ke depan," imbuhnya.


Lebih lanjut, BI melihat ekskalasi geopolitik yang berlarut-larut juga dapat mengganggu rantai pasok, aktivitas perdagangan pangan dan energi serta mempengaruhi laju inflasi global. "Oleh karena itu, kewaspadaan masih diperlukan ke depannya," pungkas Perry Warjiyo.(A-Red)