Notification

×

Iklan


Iklan




Soroti Kisruh Tapera, Sutarto: Pemerintah Jangan Menambah Beban 'Hidup' Rakyat Kecil

Selasa, 04 Juni 2024 Last Updated 2024-06-04T02:19:50Z



AyoMedan.Com - Medan, Belum lagi hilang hangatnya perdebatan atas wacana naiknya Uang Kuliah Tunggal (UKT), kendati pemerintah memutuskan untuk menunda kenaikannya, kini publik dihebohkan kembali dengan pemungutan Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera) bagi setiap pekerja formal dam informal.


Menanggapi hal tersebut, Ketua DPRD Sumatera Utara, Sutarto menyampaikan bahwa iuran Tapera yang diwajibkan untuk para pekerja harus melihat realitas kehidupan masyarakat saat ini.


"Kita tahu Tapera ini dibuat agar semua rakyat memiliki rumah. Akan tetapi, kita harus melihat juga kemampuan atau penghasilan dari masyarakat pekerja. Jangan tambah beban hidup para buruh, petani, pekerja informal dan non formal," katanya kepada wartawan, Senin (03/06/2024) .


Dalam kondisi kehidupan saat ini, sambung Sutarto, para pekerja buruh swasta yang terikat kontrak memiliki kecenderungan di PHK sangat tinggi.


"Juga dengan pekerja informal, pekerja mandiri seperti ojek online, buruh bangunan dan pekerja lainnya. Saya mengerti benar, di tengah penghasilan tidak menentu, tingginya biayai kehidupan sehari-hari, ojek online bersaing mendapatkan orderan dengan risiko  tinggi," ujarnya.


Sutarto mengingatkan, pemerintah tidak boleh melakukan 'pukul rata', antara pekerja formal yang berstatus ASN, TNI dan Polri dengan masyarakat biasa.


"Bagi PNS, TNI dan Polri, keberlanjutan dana Tapera mungkin bisa berjangka panjang, karena tidak ada PHK. Tetapi untuk buruh swasta dan masyarakat kecil, terutama buruh kontrak dan outsourcing, potensi terjadinya PHK sangat tinggi dengan pendapatan cenderung konstan," terangnya.


Ditambahkan Sutarto, sesuai rilis BPS 2024, jumlah penduduk bekerja di Provinsi Sumatera Utara mencapai 7,59 juta orang pada Februari 2024. Dari jumlah tersebut, sebanyak 38,27 persen merupakan buruh atau karyawan.


"Sebanyak 42,42 persen adalah pekerja informal. Dari jumlah yang sama sebesar 29 persen, menjadikan pertanian jadi sektor utama mata pencahariannya," jelasnya.


Sutarto berharap, pemerintah harusnya mengkaji lagi Kredit Perumahan Rakyat (KPR)  subsidi bagi masyarakat berpenghasilan rendah.


"Untuk cicilan rumah, penyalurannya, biaya administrasinya dan aksesnya dipermudah untuk masyarakat kecil. Ada restrukturisasi kredit bagi wong cilik. Kenyataan di lapangan rumah KPR subsidi banyak dilelang karena gagal bayar," imbuhnya.


Sutarto menerangkan, persoalan Tapera mendapat penolakan dari berbagai elemen pegawai/ pekerja.


"Secara ekonomi justru menjadi beban baru bagi pekerja, sudah terlalu banyak potongan gaji dari para pegawai /pekerja, sebaiknya Pemerintah meninjau ulang pemberlakuan Tapera," tegasnya.


Sutarto meminta agar pemerintah tidak sembrono dalam menetapkan iuran wajib Tapera.


"Kita tegaskan keberpihakan kepada rakyat kecil, pekerja informal harus jelas,  seperti yang pernah dilakukan Presiden Bung Karno dulu. Indonesia dibangun bukan untuk segelintir orang saja, negara ini didirikan semua untuk semua, keadilan bagi semua," pungkasnya.


Diketahui, Tapera merupakan penyimpanan yang dilakukan peserta secara periodik dalam jangka waktu tertentu yang hanya dapat dimanfaatkan untuk pembiayaan perumahan dan atau dikembalikan setelah kepersetaan berakhir.


UU no.4 Tahun 2016 tentang tabungan perumahan rakyat, setiap pekerja dan pekerja mandiri yang bekerja paling sedikit sebesar upah minimum wajib menjadi peserta tapera.


Selanjutnya, pemerintah membuat peraturan turunan berupa Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 25 Tahun 2020 tentang Penyelenggaraan Tapera. Aturan itu direvisi menjadi PP Nomor 21 Tahun 2024 yang diteken Presiden Jokowi pada 20 Mei 2024 lalu.


Iuran tapera ini viral dan mendapat protes karena diwajibkan juga untuk pekerja swasta dan mandiri.
Padahal, sebelumnya hanya dibebankan kepada aparatur sipil negara (ASN).


Besaran simpanan Tapera adalah 3 persen dari gaji atau upah peserta pekerja. Rinciannya dijelaskan di pasal 15 ayat 2, di mana jumlah tersebut ditanggung bersama sebesar 0,5 persen oleh pemberi kerja dan 2,5 persen dari pekerja tersebut.(A-Red)